Mengembalikan Sosok Pejuang Muslimah
Dalam sejarah islam, para pejuang lelaki banyak sekali kita dengar namanya, tetapi bagaimana dengan para pejuang wanita? Walaupun jarang diperdengarkan oleh opini umum, tapi sesungguhnya keteladanan para pejuang wanita muslim jumlahnya tidaklah kalah dari kaum lelaki. Wanita-wanita muslim di ambang permulaan terbitnya islam, keteguhan mereka memegang agamanya, pengorbanan dan perjuangan mereka mempertahankan akidahnya, tak jauh beda jumlahnya dibandingkan perwira-perwira lelaki. Wanita muslim pun juga berperang dengan harta, jiwa dan lisan mereka. Wanita muslim pun juga sama-sama punya peran dalam peperangan dan mengangkat pedang. Mereka juga mengamalkan harta-harta yang mereka punya untuk kepentingan jihad, dan mereka juga menjadi guru-guru pendidik yang utama dengan lisan dan sikap teguh mereka. Mereka juga merupakan manusia-manusia berani menderita, susah gundah dan sakit karena siksaan baik fisik maupun mental dengan hinaan akibat kezhaliman di masanya.
Demikianlah mentalitas perjuangan para wanita muslim di masa awal islam, masa jaya yang teramat mengagumkan. Dibandingkan dengan masa kita sekarang ini, bagaimanakah mentalitas para muslimah? Kezhaliman ada dimana-mana bahkan tidak lagi mengancam jiwa-jiwa umat islam tetapi merusak akidah dari dalam. Dan sadarkah kita semua bahwa musuh-musuh islam yang mencoba menghancurkan masa kejayaan awal islam adalah dengan cara merusak para wanitanya terlebih dahulu, kenapa?
Jika kita lihat dari sisi jumlah, kita tahu bahwa jumlah kaum wanita hampir lebih dari separuh jumlah masyarakat. Jika kita mengkalkulasikannya, berarti wanita idealnya akan melahirkan separuh masyarakat baru. Dengan demikian kita tahu bahwa peranan wanita amatlah besar dan menentukan dalam menciptakan watak dan perkembangan suatu bangsa. Karena wanita merupakan maha guru pertama bagi setiap anak-anak. Dan merupakan pilar kokoh pertama yang menyokong kepribadian seorang anak, yang kemudian akan menjadi para penerus agama, para penerus bangsa. Bagaimana watak dan kepribadian suatu bangsa/umat, tergantung pada para ibu. Tetapi wanita yang bagaimanakah yang dapat melahirkan anak-anak bangsa dengan pribadi kuat, berani, cerdas, dan islami? Tentunya bukan wanita-wanita lemah dan hanya memikirkan persoalan arisan, perhiasan, pakaian trend dan perawatan salon agar tampil cantik, spa dan fitness agar tampil seksi. Itukah cara memperindah dan mempercantik diri? Dalam ajaran islam, bukanlah seperti itu. Walaupun wanita diperbolehkan menghias diri tapi dalam batasan ‘hanya untuk suami, atau hanya boleh memperlihatkannya kepada orang-orang tertentu yang merupakan muhrimnya’ (QS. An-Nur: 31). Dalam islam wanita juga diperbolehkan memakai perhiasan berupa emas dan perak—yang tidak diperbolehkan bagi laki-laki, tetapi tentu ini juga ada batasannya, sebab Allah tidak menyukai segala sesuatu yang berlebih-lebihan. Dalam islam wanita juga diizinkan untuk mengenakan pakaian apapun yang ia sukai, tetapi ini tentu juga ada batasannya. Pakaian yang ia sukai ini bukan bermaksud: wanita boleh menentukan apa ia ingin memakai pakaian ketat atau mini dan tampil di depan umum dengan pakaian ‘primitif’ seperti itu.
Wanita muslim memperindah diri dengan akhlak yang baik, kepribadian yang kuat mempertahankan akidahnya sehingga orang lain tidak mencoba mengganggu imannya karena mereka tau hal itu pasti akan sia-sia.
Wanita muslim tau bahwa dirinya sangat berharga maka ia tidak dengan mudahnya mempertontonkan auratnya kepada siapapun.
Wanita muslim merasa bangga dengan hijabnya, merasa cantik dengan jilbabnya, merasa anggun dengan senyumnya. Merasa cerdas dengan diamnya. Merasa bermanfaat dengan ilmunya.
Tidak ada yang dapat menggantikan Allah dalam hatinya, sehingga ia selalu ikhlas beribadah kepadaNya. Mengabdi kepada suaminya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, dengan bertawakal kepada Allah SWT. Menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemudharatan, dengan lisan dan sikapnya.
Para musuh islam menyadari betapa sempurnanya sistem keluarga ideal yang dianjurkan dalam islam, dan mereka juga menyadari itulah yang menyebabkan umat islam generasi awal ini menjadi sosok manusia yang kuat hingga membuat para cendekiawan barat di masa yang berlainanpun geleng kepala melihat sensasi mengagumkan dari umat islam. Tentu sulit bagi sebagian orang untuk menerima dengan akal sehatnya tanpa mempertanyakan bagaimana bisa terjadi reformasi besar-besaran dalam kurun waktu yang relatif singkat pada sebuah bangsa yang tadinya hidup tenggelam dalam arus jahiliyah dan paganisme yang gelap dan kelam.
Alangkah baiknya jika kita, baik muslim maupun muslimah, yang kini hidup di zaman dimana etika sudah menjadi carut-marut, dimana nilai kemanusiaan yang tinggi mulai dilecehkan, tata krama sudah tidak diindahkan dan mata hati seakan sudah banyak yang memburam ini, mulai menaruh perhatian lebih dalam hal tersebut. Semakin jauh umat islam dari agamanya sendiri, semakin mudah para musuh menghancurkannya. Sadarlah bahwa di luar sana, manusia-manusia sedang berperang. Masihkah kita gemar dengan sinetron dan infotainment? Sadarilah bahwa banyak dari kita yang sedang terhipnotis dari suguhan mereka-mereka yang memang sengaja mengalihkan peran kita masing-masing.
Setiap dari kita, muslim wa muslimah, sudah seharusnya melakukan pengkajian agama dengan ketekunan luar biasa, semangat tinggi dan perjuangan keras. Ketahuilah peranan masing-masing untuk melahirkan kembali struktur umat yang bergaris pada ajaran islam. Sesuai topik yang sedang dibahas, pentingnya peran wanita dalam pembentukan kepribadian manusia-manusia baru adalah jika ia dapat berperan maksimal dalam rumah tangganya, tentu hal ini juga harus diimbangi dengan peranan maksimal dari para lelaki dalam rumah tangganya, yaitu sebagai suami, ayah dan imam yang baik.
Rumah, adalah bagaikan markas para prajurit. Akan kita jadikan seperti apakah rumah kita?
Wanita yang bagaimana yang dapat menjadikan manusia-manusia baru nan islami yang berakhlak mulia, berkepribadian luhur dan kuat, serta kecerdasan yang mengagumkan?
Hendaknya kita tau bahwa seorang wanita adalah bagaikan senjata bermata dua. Karena jika ia baik dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yang telah digariskan sebagaimana seharusnya, maka sudah dapat dibayangkan generasi yang akan dilahirkannya akan seindah apa. Tetapi jika ia tidak baik dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai wanita, isteri, ibu, saudara dan pendidik serta pendakwah utama, tentu juga bisa kita bayangkan kualitas generasi yang ditawarkannya kemudian. Seorang guru sekolah dasar saja harus menempuh serentetan pendidikan dulu baru bisa menjadi seorang pengajar yang tidak diragukan ilmunya, bagaimana para wanita semestinya mempersiapkan diri?
Atas dasar inilah kita menemukan bahwa islam sangat serius dan intensif dalam menaruh perhatian dan memberdayakan para wanita. Menjaganya dengan tarbiyah (pendidikan) ri’ayah (pengawasan), memerintahkan untuk memberikan hak-haknya sesuai fitrahnya.
Dengan perhatian besar inilah islam melahirkan sosok wanita-wanita muslimah yang tangguh yang berperan di balik para perwira tinggi yang memenuhi bumi dengan bunga-bunga hikmah. Wahai ukhti, di masa silam ada pepatah: sesungguhnya di balik tokoh yang agung, pasti terdapat isteri yang agung.
Ada juga untaian syair yang berpesan:
Seorang ibu itu adalah kampus, jika engkau persiapkan
Berarti telah engkau persiapkan bangsa yang berkualitas
Seorang ibu adalah taman
Maka jika engkau merawatnya dengan siraman air
Tentu akan tumbuh berdaun rindang
Seorang ibu adalah…sang maha guru pertama
Pengaruh-pengaruh mereka memenuhi seluruh cakrawala
Para musuh islam menyadari betul peranan strategis seorang wanita muslimah dalam membangun syarikat islami sejak mereka berbai’at atau ikrar kepada Rasulullah SAW hingga hari ini. Sebagaimana mereka akan susah jika para ummi muslimah memperkenalkan dengan baik kepada anak-anaknya para tokoh dan sosok pejuang ulama fi sabilillah seperti Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, Salahuddin Al-Ayyubi, Aisya binti Ash-Shiddiq, Ummu Imarah, dan tentu saja yang terpenting adalah sosok suri tauladan terbaik sepanjang zaman, Rasulullah SAW.
Musuh islam akhirnya menemukan bahwa metode paling ampuh untuk mengahancurkan islam adalah mematikan akidah wanita muslimah lantas mereka giring secara perlahan tapi pasti agar para muslimah, isteri dan ibu ini keluar dari peran yang sesungguhnya. Pengalihan ini mereka lakukan dengan pengenalan paham-paham produk baru seperti kebebasan, persamaan, feminisme, demokratis, sekulerisme, emansipasi, globalisasi, modernisme, westernisasi, dan seterusnya yang sesungguhnya adalah slogan-slogan yang menyimpangkan akidah dan fiqh islamiyyah, hanya saja dibungkus dalam kemasan yang menarik.
Perlu diketahui bahwa produk-produk di atas (demokrasi, sekulerisme, feminisme, globalisasi) tidak hanya merusak sistem keluarga dalam islam, tetapi juga merusak sistem budaya, pendidikan dan pemerintahan. Dan sekarang ini kita sedang merasakan efek samping dari produk-produk tersebut.
Mari sejenak kita simak ucapan gembong kolonialis yang terang-terangan mengatakan, “kekuasaan dan wanita lebih efisien dalam merusak umat Muhammad daripada seribu meriam. Maka tenggelamkanlah mereka ke dalam kesenangan materi dan syahwat.”
Maka dari itu, marilah kita semua menyadari pentingnya peranan perempuan dengan bersandar pada ajaran islam. Sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah apa yang disampaikan melakui Sunnah Rasul. Mari kita bersama-sama mengembalikan sosok pejuang-pejuang muslimah di zaman kejayaan islam.
18/04/2009